Seorang penari tampak berlenggok di atas panggung. Tak ada penonton, tak ada musik yang bergema, tak ada penari lain di sekitarnya, tak ada gemuruh tepuk tangan, hanya dia sendirian menari dengan begitu eloknya.

Awalnya semua terlihat normal di mataku, sampai tiba-tiba rambut panjangnya terurai saat dia bergerak, bajunya mulai terlihat memudar bagai termakan usia, dan yang paling mengerikan adalah saat darah bercucuran dari kedua kakinya hingga menembus kain batik yang dipakainya. Canting namanya, seorang perempuan yang pernah menjadi penari berprestasi. Hidupnya gemilang, namun berakhir malang hingga yang bisa dilakukan olehnya kini untuk mengingat kejayaannya dahulu kala, hanyalah menari sendirian di gedung kosong.

“Hanya dengan menari, saya bisa mengingat hal-hal baik di dalam hidup,” begitu ungkapnya kepadaku.

Kali ini akan kuceritakan bagaimana kisahnya, masa lalunya, hingga bagaimana semua ini bisa terjadi.

“Oh Canting, menari dengan rapuh di atas kain kelabu. Tertulis dengan jenuh melebur kisah pilu….”